gravatar

Renungan Setelah Padhang Mbulan : Hanya Sementara

Hanya Sementara
(Renungan Setelah Padhang Mbulan)

Entah sejak kapan saya mengetahu makhluk yang bernama manusia. mungkin bagi orang lain, ini aneh, bodoh. Tapi, bagi saya merupakan keajaiban yang dikehendaki Tuhan. Sebenarnya Kehendak tuhan tidak mampu kita prediksi. Saat ini, detik ini, menit ini, atau jam ini, kita melakukan sesuatu pasti akan berbeda dengan tindakan pada menit-menit nanti.

Pada perjalanan saya ke Padhang Mbulan, jombang, memprediksi bahwa saya akan memperoleh kelancaran. Di sana saya akan menemukan banyak teman, sodara dan tentunya ilmu yang semampu saya rekam. Entah ada makhluk apa yang mengelilingi saya.

Waktu di perjalanan, air hujan yang tumpah begitu saja, telah menyambut keberangkatanku. Sehingga celana, baju, hingga bagian terdalam-pun tak luput oleh serangan-serangan air hujan.

Jalan yang kulewati melalui Jl. Spanjang menuju By Pass Krian, entah kenapa hatiku berbisik, "Cik suwine,..." Kok lama banget padahal Gas Sepedah Motor sudah kutancap hingga 80. Tapi, kok belum sampai-sampai juga, kok belum nampak pintu kota Jombang?.

Sepedah Motor yang awalnya dikendarai adik saya, karena kulihat baju dan celana yang ia pakai sudah basah kuyub, maka saya menggantikan di depan.

Sebenarnya saya cukup sering ke Jombang, tapi kok aneh. Saat masuk Krian, kok lupa jalannya. Sehingga hati saya Grundel, "Ohh.....ini gara-gara CN..!!" lho kok bisa..?? Beliau khan sering Ngomong.
"Kon iku rek, satu menit yang lalu udah lupa, sejam yang lalu udah lupa, bahkan 100 hari yang lalu wis hilang". Kata beliau di tiap-tiap acara.

Gara-gara itu, saya grundel, "Oalah cak-cak, iki goro-goro sampean, sapai saya gampang lupa".
Apa yang disampaikan beliau, satu, dua, jam saya masih ingat, masih ada. Tapi setelah di bawa pulang ke surabaya lagi, hilang deh... apa yang disampaikan. Apa mungkin yang belaiu sampaikan Mustajab??

Kadang saya ingin protes sekeras-kerasnya. "Ya mbok jangan bicara seperti itu lagi poO cak, dadi lali temen iiki". Heee heee

Nah... begitulah saya. Ilmu yang disampaikan CN, Cak Fuad, kadang hilang tercecer-cecer di jalan berbarengan dengan pulangku ke surabaya. Hiii hiii
Opo aku iki kakean maksiat???
Cahaya Ilmu yang begitu dahsyatnya, kok hanya sementara nyantol di kepalaku. Ohh...Robb, moga aja ada keajaiban.

========
Kemarin tidak HAFAL, sekarang LUPA.

*Renungan Habis acara Padhang Mbulan di kamar sendiri. Dari pada mikir yang aneh-aneh, mendingan Nulis apa yang masih Nyantol di otak.
Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.


Suroboyo, Thursday, 04 February 2010



JM BBW Surabaya

gravatar

Diplorotin Celananya

Diplorotin Celananya

Sudah berapa lama kita seperti ini. Bahkan Ki Ndableg ngrundel dalam percakapannya setiap hari. Ki Ndableg, terus ngomong ngalor-ngidul tanpa batas. Dan lagi-lagi, ia mengajukan pertanyaan dan kemudian ia jawab sendiri pertanyaan itu.

"Brakkk..."
dibanting pintu kamarnya dengan keras.

"Saya ini bukan Nabi, Malaikat, atau Petani, tukang kebun, apalagi Presiden, Jendral" Ki Ndableg mbentak2 di depan cermin.
"Haa haaa... Lha emang siapa yang ngomong kon iku Nabi, jendral dll..."
dengan wajah serius, lebih dekat Ki Ndableg melotot ke cermin. menjawab pertanyaan sendiri.
"Hehh... rungokno yo cok, saya pake surban, ada org langsung meminta saya ngajari baca qur'an, saya pake mobil, dipinta lagi berapa harganya, darimana asalnya. Tidak ada kedewasaan sedikit-pun."

"haa ha haaaa.... " Ki Ndableg ketawa sambil kakinya mancal-mancal. bahkan sampai ber-jam-jam. Buku, koran kardus yang biasa ia pakai tidur dan sholat, jadi berantakan.
Entah setan apa yang merasuki Ki Ndableg. Seandainya Jin, setan atu iblis manapun, akan takut jika berpapasan dengan Ki Ndableg. Mungkin bukan setan yang merasuki Ki Ndableg, karena sebenarnya setan sendiri takut kerasukan Ki Ndableg.

tiba-tiba
"Matane suwek, matane suwek, matane suwek...."
"Ndas kroaaaaaaak..."
"Diploroti celononeee.........."

otot-otot Ki Ndableg jadi kaku, hingga nyempul keluar, bagai pemain tinju mau jotos lawan.
"Lha sopo sing diploroti celonone Dull....?"
"Haa haaa..... Ndas kroak, dimana dirimu hahh...? lihatlah pada sekililingmu, jangan hanya makan, turu, nelek, makan, turu nelek tok.."
Lag-ilagi Ki Ndableg menjawab pertanyaannya sendiri.

"Dengar, tidak pantas saya menasehati, mengkhutbahi" Ki Ndableg Sambil menunjuk ke seluruh ruangan kamar.
"Duna akhirat yang terpenting adalah apa yg ia lakukan untuk orang banyak, dicatat atau tidak, diketaui atau tidak, masuk koran atau tidak, dapat penghargaan/award atau tidak, itu identitas cok...!!"

"hii hii hiii..."Ki Ndableg mringissss....hingga keliatan gigi2nya yg kuning karena 6 hari hanya mandi sekali saja. bagi dia, itu pun pemborosan.
"Ingat, nabi dan rosul pun cuma diolewati untuk disampaikan kepada semua Jin dan Manusia".

"Selama ini kita tidak terasa sedang dalam pemerkosaan".
"Maksdunya apaaaaaa.>..!!"
Ki Ndableg berdialog sendiri sambil menahan geli.

"Kita dalam satu instansi, lembaga, sekolah, kuliahan, aktivis kemahasiswaan, sedikit-demi sedikit sedang diplorotin celananya".
"kita masih belum diperkosa, masih dipreteli disek....!!"

"diplorotin celananya adalah dibuka habis-habisan Aurat-nya"
"Pendidikan diplorortin hingga terkuak mafia-mafia pendidik yg membohongi murid, dosen main mata dengan mahasiswi-nya, kiai menihaki dua, tiga, lima, bahkan maunya sepuluh santri wanitanya".

"kita dengar dan lihat itu....???"
Ki Ndableg menunjuk ke salah satu lemari yg penuh dengan buku2 perkuliahannya.
"Siapa yang plorotin???"
"lihat..!! informasi-informasi yang begitu cepat, telah mengalihkan pandangan kita"
Ki Ndableg sedikit menahan tangis.

"Hedonisme informasi, feodalisme budaya, ketidak mampuan intelektual, Peteng ndedet-nya spiritual itu semua telah menutupi Aurat-aurat kita"

kali ini Ki Ndableg benar2 menangis. Seperti biasa, semua buku2, majalah koran yang dari dulu menemani ia di kamar, berantakan tak karuan.

"Ada yg melorot ke sumur secara pelan2 oleh prilaku dan statement2-nya sendiri"
"kita ngomong ngalor-ngidul soal ini, itu, karena ada tendensi"

"mendewa-dewakan orang Sholeh di kampung yang sebenarnya masuk ke dalam tempurung"
"Hii hiiii hiiii...." Ki Ndableg tertawa melebihi nini pelet kalau ketawa.

"ndas kroaak...!!"
"katak dalam tempurung maksudnya hal-hal tempurungnya, segala yang melingkupi dirinya sehingga ia mau dianggap baik oleh masyarkatnya".
"sebenarnya ia tidak mengerti persoalan2 masyarakat luas, ia ndak merasa ia sedang dalam tempurung. Tetapi karena dijunjung oleh orang banyak ia baik, ia soleh, ia berjilbab, ia bersorban, ia habis pergi haji dan nggak mau kalau ndak dipanggil Pak haji..!!"

Ki Ndableg sambil melotot matanya.
"Sehinggga pada suatu saat ia akan memalukan bahkan mempermalukan dirinya lambat atau cepat".

Ki Ndableg Mengakhiri dengan nada tegas, seperti sang proklamator RI.

*Begitulah dulur, hari-hari Ki Ndableg selalu bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri.

Suroboyo, 29 January 2010


JM BBW Surabaya

gravatar

Batara Ismaya, Betoro Ismoyo Yakni Semar

Batara Ismaya, Betoro Ismoyo Yakni Semar
Banyak sekali khasanah-khasanah Jawa hilang. Generasi sekarang banyak yang gak tahu, entah memang gak tahu, nggak mau tahu, atau udah nggak pernah ada yang kasih tahu. Sungguh kasihan anak-anak cucu kita.

Simak dengan mata tajam anda.

Banyak Pribahasa jawa yang lupa dan hilang begitu saja, berikut sedikit tentang hal itu, semoga ada yang tahu. :

Sabdo Palon Noyo Genggong

Sabdo Jati Doyo Among Rogo

Tentang SEMAR. itu ada tiga (3).
1. Semar Mesem: Ngadep Pengeran Kudune Mesem
2. Semar Koncong: Ngadep Pengeran Kudune Ngacung
3. Semar Kuning: Ngadep Pengeran Kudune Hening.

Jadi semar itu tidak jelas ya ? ..laki bukan, perempuan bukan , dibilang isi ya kosong ,dibilang kosong ya isi ,ada tapi tidak ada...semu dan samar-samar.
Tapi, jangan ke mana-mana, simak tentang TOKOH semar berikut :

Batara Semar
MAYA adalah sebuah cahaya hitam. Cahaya hitam tersebut untuk menyamarkan segala sesuatu.

Yang ada itu sesungguhnya tidak ada.
Yang sesungguhnya ada, ternyata bukan.
Yang bukan dikira iya.
Yang wanter (bersemangat) hatinya, hilang kewanterane (semangatnya), sebab takut kalau keliru.

Maya, atau Ismaya, cahaya hitam, juga disebut SEMAR artinya tersamar, atau tidak jelas.
Di dalam cerita pewayangan, Semar adalah putra Sang Hyang Wisesa, ia diberi anugerah mustika manik astagina, yang mempunyai 8 daya, yaitu:

1. tidak pernah lapar
2. tidak pernah mengantuk
3. tidak pernah jatuh cinta
4. tidak pernah bersedih
5. tidak pernah merasa capek
6. tidak pernah menderita sakit
7. tidak pernah kepanasan
8. tidak pernah kedinginan

kedelapan daya tersebut diikat pada rambut yang ada di ubun-ubun atau kuncung. Semar atau Ismaya, diberi beberapa gelar yaitu; Batara Semar, Batara Ismaya, Batara Iswara, Batara Samara, Sanghyang Jagad Wungku, Sanghyang Jatiwasesa, Sanghyang Suryakanta. Ia diperintahkan untuk menguasai alam Sunyaruri, atau alam kosong, tidak diperkenankan menguasi manusia di alam dunia.

Di alam Sunyaruri, Batara Semar dijodohkan dengan Dewi Sanggani putri dari Sanghyang Hening. Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah sepuluh anak, yaitu: Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan, Batara Siwah, Batara Wrahaspati, Batara Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Kwera, Batara Tamburu, Batara Kamajaya dan Dewi Sarmanasiti. Anak sulung yang bernama Batara Wungkuam atau Sanghyang Bongkokan mempunyai anak cebol, ipel-ipel dan berkulit hitam. Anak tersebut diberi nama Semarasanta dan diperintahkan turun di dunia, tinggal di padepokan Pujangkara. Semarasanta ditugaskan mengabdi kepada Resi Kanumanasa di Pertapaan Saptaarga.

Dikisahkan Munculnya Semarasanta di Pertapaan Saptaarga, diawali ketika Semarasanta dikejar oleh dua harimau, ia lari sampai ke Saptaarga dan ditolong oleh Resi Kanumanasa. Ke dua Harimau tersebut diruwat oleh Sang Resi dan ke duanya berubah menjadi bidadari yang cantik jelita. Yang tua bernama Dewi Kanestren dan yang muda bernama Dewi Retnawati. Dewi Kanestren diperistri oleh Semarasanta dan Dewi Retnawati menjadi istri Resi Kanumanasa. Mulai saat itu Semarasanta mengabdi di Saptaarga dan diberi sebutan Janggan Semarsanta.

Sebagai Pamong atau abdi, Janggan Semarasanta sangat setia kepada Bendara (tuan)nya. Ia selalu menganjurkan untuk menjalani laku prihatin dengan berpantang, berdoa, mengurangi tidur dan bertapa, agar mencapai kemuliaan. Banyak saran dan petuah hidup yang mengarah pada keutamaan dibisikan oleh tokoh ini. Sehingga hanya para Resi, Pendeta atau pun Ksatria yang kuat menjalani laku prihatin, mempunyai semangat pantang menyerah, rendah hati dan berperilaku mulia, yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta.

Dapat dikatakan bahwa Janggan Semarasanta merupakan rahmat yang tersembunyi. Siapa pun juga yang diikutinya, hidupnya akan mencapai puncak kesuksesan yang membawa kebahagiaqan abadi lahir batin. Dalam catatan kisah pewayangan, ada tujuh orang yang kuat di emong oleh Janggan Semarasanta, yaitu; Resi Manumanasa sampai enam keturunannya, Sakri, Sekutrem, Palasara, Abiyasa, Pandudewanata dan sampai Arjuna.

Jika sedang marah kepada para Dewa, Janggan Semarasanta katitisan oleh eyangnya yaitu Batara Semar. Jika dilihat secara fisik, Semarasanta adalah seorang manusia cebol jelek dan hitam, namun sesungguhnya yang ada dibalik itu ia adalah pribadi dewa yang bernama Batara Semar atau Batara Ismaya.
Karena Batara Semar tidak diperbolehkan menguasai langsung alam dunia, maka ia memakai wadag Janggan Semarasanta sebagai media manitis (tinggal dan menyatu), sehingga akhirnya nama Semarasanta jarang disebut, ia lebih dikenal dengan nama Semar.

Seperti telah ditulis di atas, Semar atau Ismaya adalah penggambaran sesuatau yang tidak jelas tersamar.

Yang ada itu adalah Semarasanta, tetapi sesungguhnya Semarasanta tidak ada.
Yang sesungguhnya ada adalah Batara Semar, namun ia bukan Batara Semar, ia adalah manusia berbadan cebol,berkulit hitam yang bernama Semarasanta.
Memang benar, ia adalah Semarasanta, tetapi yang diperbuat bukan semata-mata perbuatan Semarasanta.

Jika sangat yakin bahwa ia Semarasanta, tiba-tiba berubah keyakinan bahwa ia adalah Batara Semar, dan akhirnya tidak yakin, karena takut keliru. Itulah sesuatu yang belum jelas, masih diSAMARkan, yang digambarkan pada seorang tokoh Semar.
SEMAR adalah sebuah misteri, rahasia Sang Pencipta. Rahasia tersebut akan disembunyikan kepada orang-orang yang egois, tamak, iri dengki, congkak dan tinggi hati, namun dibuka bagi orang-orang yang sabar, tulus, luhur budi dan rendah hati. Dan orang yang di anugerahi Sang Rahasia, atau SEMAR, hidupnya akan berhasil ke puncak kebahagiaan dan kemuliaan nan abadi.
(herjaka)
========
ini ada tambahan dari cak Ladrang Rampak. :

Sang Hyang Wenang beranak Sang Hyang Tunggal beranak Betara Ismaya (Semar),Betara Antaga (Togog) dan Betara Manikmaya (Betara Guru/Siwa). Betara Guru beranak 5, salah satunya Betara Bayu…., karena sebuah sebab, Betara Bayu_lah yg menitiskan Bratasena melalui Dewi Kunti…..,

Kemudian dalam Catatannya, tertulis :

Betapa terperanjatnya Sang Bratasena ketika sosok kecil yang membukakan tabir fikiran dan kesadarannya itu memintanya untuk masuk melalui telinganya...., dan Guru Sejati pun berucap : "Sebesar apa dirimu dibanding alam semesta? seisi alampun bisa masuk kedalam diriku.., jangankan lagi dirimu yg hanya sejentik noktah di alam raya? "

*MAAF HANYA CATATAN BIASA.


JM BBW Surabaya

gravatar

Cangkruk Ngilmu Setelah Padhang Mbulan

Cangkruk Ngilmu Setelah Padhang Mbulan

Walau acara PB (Pdhang Mbulan) sudah selesai, untuk tetap mengais-ngais ilmu bersama dulur-dulur, masih sangat terasa. Jam hampir menunjukan pukul 02:00, tapi rasa kantuk tidak ada sama sekali.

“Dasar manungso, perut malah teriak-teriak”. Gerutuku.
Setelah ngambil sepedah motor yang sejak tadi terparkir jauh dari pendopo PB, kemudian mencari-cari warung yang masih buka. Untung saja ada warung kopi (warkop) yang masih buka, yang kebetulan menyediakan Mie Instan.
“Wahh… cukup dech buat ganjal perutku yang sejak dari pertengahan acara PB sudah manggil-manggil”. Mbathinku.

Sebenarnya saat CN bicara tadi, badanku sudah gemetar, “sungguh perut nggak bisa diajak kompromi, tanggung ni..” Walau dengan duduk ala kadarnya, kadang miring, kaki agak diangkat sedikit. Bahkan sambil menahan kentut, malu soalnya kalau ada yang dengar. Hee hee…!! Pengajian tetap berjalan tak pengaruh dengan gerak-gerikku tadi.

Tapi, lha kok ndilalah datang jajan dari arah belakang. “alhamdulillah….ngerti ae Gusti iki” Nogosari berbalut daun pisan mampu mengganjal, menunda gemetarnya badanku.

Kembali ke Warkop.
Saya pesan dua porsi mie instant. Satu untuk saya dan satunya lagi buat adik, yang selalu ketagihan ke mana aja, tiap ada maiyahan.

Di warkop sudah ada 2 orang jama’ah dari Kediri yang sudah memesan duluan. Pada saat itu, Hukum ngantri diletakkan.
“Kriiiiiiiiiiiiiingggggggg……..” HP-ku berbunyi cukup menggetarkan kulitku. Tak piker sms masuk, ternyata ada yang memanggil. Makhluk mana yang malam-malam gini nelphon…” mbathinku.
Ohh….. iya, ternyata cak rudd manggil-manggil saya untuk makan bareng di Ndalem (kediaman ibunda CN).
Wahh..sampean terlambat cak, wis kadung pesen”.
Yo wis marekne sik..”
“ok…”
Selesai juga telephon-telephonannya.

“saya dulu bekerja di pabrik, sana-sini kok terasa malah begini-begini saja, bahkan anak saya empat (4) kali masuk Rumah Sakit”. Pak Makrus mengawali percakapan kami, yang sejak tadi belum keliatan, tiba nimbrung cangkruk dan memesan Mie Instan.

“Pernah saya mimpi ketemu CN (detailnya, tidak ku jelaskan), kemudian pindah kerja, dan ternyata kehidupan keluarga kami adem ayem”. Imbuh pak makrus.

“Lha emang sampean dapat wangsit dari mana, dan seperti apa pak?”. Tanyaku penasaran (biasa arek muda, penuh penasaran gitu.)
“Pernah saya mimpi ketemu CN”. Jawabnya.
Soal seperti apa mimpinya, tidak kusebutkan. Tapi intinya,
“lha iki penggaweanmu..!!”. Dalam mimpi menyebutkan.

Setelah ngobrol ngalor-ngidul, lewatlah rombongan CN, sound system, dll. Untuk meninggalkan desa menturo. Semakin sepi suasana malam itu. Tiba-tiba cak rudd dating sengan semangat membara, kemudian ikut nimbrung bersama kami.
“Lha sampean nggak ikut mantuk cak..??”. tanyaku
“Sepedahku lampune mati”. Balas cak rudd.

Kemudian cak rudd cerita. Selama perjalanan, beliau mengendarai sepedah motor dengan lampu mati, gelap-gulita. Sungguh perjuangan dan perjalanan yang ternilai. Perjalanan apa-pun, entah itu perjalanan mengantar ibu-ibu mau melahirkan, atau apapun. Siapa saja yang degan ikhlas mau melakukannya, itu merupakan perjuangan tak ternilai. Itu kata arek-arek sing sering ngaji. Bisa juga itu kata para KIAI waktu ngisi pengajian-pengajian.

“Tak pikir cuman aku tok sing apes, ternyata ada yang lebih apes maneh ketimbang aku”. Kataku, disambut ketawa kecil oleh dulur-dulur.

Dalam obrolan itu, Sebenarnya saya sungguh salut banget dengan beliau (Cak Rudd). Beliau ini, secara histories, empiris, umurnya dua (2) kali lipat dari umurku. Tapi anehnya, perawakan, wajah beliau masih keliatan muda. Hmmmmmmm……..
Dalam berkumpul, bergaul, beliau tidak pandang. Saya termasuk yang masih sangat dini mengenal PB, tapi beliau kok mau-maunya kumpul, serawung bareng bersama saya.

*Mohon maaf, saya tidak ingin terlalu meng-agung-agungkan CN, apalagi cak rudd. ini cuman dari sudut pandangku saja, lambe-lambeku dewe.

Suroboyo, Jombang, 31 Januari 2010


JM BBW Surabaya

gravatar

Melangkah ke Rumah Sang Jenius (Gus Dur)

Melangkah ke Rumah Sang Jenius (Gus Dur)
(Maaf jika berlebihan, ini tidak lain karena Ta’dzimku kepada beliau)

Tidur yang kira-kira 1 setengah jam, mata dan badan kupaksa merangkak bersamaan keluarnya sang mentari. Saya bersama tiga dulur-dulur berangkat setelah ngobrol ngilmu di depan masjid PB, menturo, jombang.
“Tak adus disek rekk..!!, masio ora atik sabun, sing penting awak kroso segerr”. Kata Cak Rudd langsung bangkit, yang dari tadi habis subuh tidur di sebelahku.

Cangkruk yang sejak dini hari, sejak habis PB, sampai serngenge meltek , ada aja yang diobrolkan. Tidak ada habis-habisnya. Dengan terpaksa, kupaksa untuk menyudahi. Dan ternyata sudah siang. Kemudian dengan langkah gontai, berangkatlah kami.
Pak makrus sebagai penunjuk jalan, mengawali perjalanan kami, ia berada di depan. Saya diberboncengan dengan adik, sedang cak rudd, sendirian.

Sapai juga di depan pondok terbu ireng. Sungguh luar biasa. Bus pariwisata yang dating dari berbagai Daerah, bukan hanya kota, bahkan pernah ada peziarah menggunakan bus dari Timur Tengah. Terus bergantian, sampai memacetkan jalan.
Peziarah sangat membludak, sehingga kami harus berhimpitan dengan ribuan manusia. Di depan pintu gerbang pondok, terdapat arah panah, “Peziarah lewat belakang pondok”, kira2 seperti itu petunjuknya.

Sedikit mengingatkanku peristiwa di depan pintu gerbang saat detik-detik pemakaman Gus Dur. Pas tepat di depan pintu itu, saya nyungsep di antara para peziarah. Sehingga mengakibatkanku berdesak-desakan, dan hampir saja kejebur kali (sungai).
“Dari pada kejebur kali mending jebur ae rek..!” pikirku waktu itu. Maka kedinginan dech badan ini.
Kembali ke topic………!!!

Setelah lewat pintu makam, yang lewatnya belakang pondok, kami lirak-liri ke seluruh penjual pernak-pernik di sekeliling pondok. Mulai Foto Gus Dur masih kecil, masih kuliah di mesir, bersama SBY, sampai foto pernikahan anak beliau semua dijual.
Ada pula kaos bergambar gus dur, CD perjalanan hidupnya, sampai CD 7 hari ke-wafatannya yang diisi oleh CN.

Barokah yang dirasakan penduduk sekitar emang sangat terasa. Ada yang bikin WC umum pas di depan pondok. Ada juga tempat penginapan bagi peziarah yang kemalaman, dll.

Sambil bergerak maju, sampai juga masuk makam. Ternyata peziarah masih terasa membludak sehingga makam gus dur tidak kelihatan sama sekali. Polisi, dan penegak keamanan pondok, di siagakan untuk membuat rambu-rambu lalu lintas manusia (bukan kendaraan). Peristiwa yang tidak ditemukan oleh mantan presiden manapun yang telah meninggal.

Sampai lama sekali kami kesulitan untuk mendekat makam. Hampir saya putus asa.
Cak, mbalik ae yuk…!!” ajakku pada pak makrus.
“Nanggung, gak mungkin isok mbalik, iki dalane sak arah”. Jawabnya.
“Yo wis,…”
Dengan semangat 45, terpaksa saya harus nyenggal-nyenggol peziarah yang kebanyakan ibu-ibu.
Hiiiiiiii…….hiiiiiiii…. merinding…!!

Akhirnya dapat juga tempat buat duduk. Kami ber-empat duduk nylempit di pojok. Entah baca apa, kira-kira nggak sampai setengah jam kami komat-kamit, rasanya udah nggak kuat badan yang dari tadi sudah berkeringat.

Tahlil, takbir dan dengung-dengung peringatan dari pengeras suara yang selalu menyarankan kepada jama’ah agar cari tempat, dan jangan mendekat makam. Tapi namanya saja wong jowo, tetap aja mendekat. Terjadilah gesekan-gesekan seperti saya tadi.
“iki lho mbah kuburane Gus Dur..!!”. salah satu peziarah yang sudah sangat tua memberi tahu temannya yang sama-sama tua.
Gus Dur telah menggegerkan dunia, bukan hanya Indonesia.

===
*Matur sembah nuwun dumateng cak rudd, pak makrus dan tentunya adik saya yang selalu mau ikut Blakrak Ngilmu.
Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.

Suroboyo, Jombang, 31 Januari 2010

JM BBW Surabaya

gravatar

Padhang Mbulan dan Induk Jamaah Maiyah

Padhang Mbulan dan Induk Jamaah Maiyah

Bermula dari keinginan untuk “memaksa” agar Emha dapat selalu menyempatkan diri untuk pulang kampung, minimal satu bulan sekali, juga untuk mengantisipasi banyaknya undangan pengajian di Jawa Timur, ketika itu tahun 1992, berlangsung pertemuan keluarga di Jogjakarta, yang akhirnya memutuskan bentuk dari keinginan itu adalah dengan rutin menggelar pengajian, yang oleh Emha diberi nama pengajian Padhang mBulan.

Hingga akhirnya Padhang mBulan berkembang sebagai wahana komunikasi sosial dan workshop sejarah yang merangkum hampir seluruh dimensi nilai aktual yang dialami oleh komunitas yang digelutinya.

Muatan Padhang Mbulan bermacam-macam dan terbuka untuk segala upaya kebaikan dan kebenaran manusia, ia bermuatan spiritual, dialektika ilmu sosial, ilmu hidup, informasi dan pendidikan politik. Karena di Padhanag Mbulan itu berlangsung dialog tentang berbagai persoalan masyarakat mulai dari harga pupuk, tukang blandong dan elit politik, sehingga Padhang Mbulan dengan jamaah maiyahnya bukan saja sekedar peristiwa pengajian tetapi sudah menjadi nilai di dalam masyarakat.

Di setiap Padhang Mbulan, Emha selalu menyatakan bahwa jamaah maiyah ingin membantu Indonesia, minimal tidak merepotkan, tidak mengharap apa-apa, tidak meminta atau memimpikan serta tidak kaget oleh apapun yang dialaminya. Ketika Emha dan Kiai kanjeng lebih banyak menggunakan metode maiyah, Padhang Mbulan-pun menjadi pusat silaturahmi dan komunikasi bagi semua jaringan jamaah Maiyah, terutama dari Jawa Timur dan sekitarnya.

gravatar

Lingkaran Maiyah

Lingkaran Maiyah

Dulu Kiai Kanjeng pentas dan diletakkan di panggung. Mereka ditonton oleh penonton. Kiai Kanjeng yang bermaiyah tidak berada dipanggung dan tidak ditonton siapa-siapa. Mereka duduk melingkar, sehingga terserah orang lain akan bergabung menciptakan lapisan-lapisan lingkaran berikutnya atau tidak. Kiai Kanjeng tidak mempertunjukan musik dan suaranya kepada penonton. Mereka hanya bernyanyi, bershalawat, berwirid, membaca puisi, atau apapun, tetapi yang ada di hadapan mata kesadaran mereka adalah Allah swt.

Maka pada kebanyakan momentum selama ber-maiyah, hampir tak seorangpun di antara mereka yang tidak memejamkan mata. Karena mata wadag hanya sanggup melaporkan penglihatan tentang hal-hal yang sepele: materi, benda-benda, gedung-gedung, lembaran-lembaran uang, kecantikan wanita dan kegantengan lelaki, menara pencakar langit. Dan itu semua bersifat sementara dan sangat gampang hancur.

Jemaah Maiyah serak-serak suaranya untuk Allah. Habis bunyinya untuk mencintaiNya. Bernyanyi, membunyikan alat musik, berkeringat, untuk memelihara hubungan baik dengan Allah. Karena Allah sebagai pengasuh, penyantun, tempat bergantung – tidak bisa diperbandingkan dengan polisi, tentara, menteri ekuin, presiden, pemerintahan, konglomerat, distribusi modal atau apapun saja yang dituhankan oleh sangat banyak orang. Allah berjanji kepada para kekasihnya untuk menjalankan empat fungsi, asalkan oleh para kekasihnya dibeli dengan taqwa dan tawakkal.

* Peran pertama, Allah sebagai pemberi jalan keluar, solusi atas apa saja : coba sebut satu masalah yang Allah tidak sanggup menyelesaikannya!

* Peran kedua, Allah sebagai penabur rizqi melalui jalan, cara, metoda dan modus yang semau-mau Dia, sehingga para kekasih Nya tidak bisa menduga atau memperhitungkannya. Para kekasih Allah tinggal terima jadi, terima matang – anugrah rejeki yang mereka beli dengan ‘mata uang’ taqwa dan tawakkal. Ah, apa sih taqwa? Rindukan Allah kapan saja. menjadikan Allah sebagai tuan rumah batin kita. Tawakkal adalah taqwa yang diperdalam ditancapkan dihujamkan terus menerus.

* Peran ketiga, Allah sebagai manager dan akuntan. Kalau berasmu menipis, jangan memfitnah dan menganggap Allah bersikap acuh tak acuh atas keadaan dapurmu itu. Ia managermu, ia atur nafkahmu, ia jamin penghidupan keluargamu. Engkau cukup menyetor taqwa dan tawakkal.

* Peran keempat, Allah adalah menjadi humasmu, public relation-mu. Keperluanmu atas seseorang atau suatu pihak, kebutuhanmu terhadap akses ini atau itu, disampaikan oleh Allah kepada yang bersangkutan. Engkau cukup memberi ‘honor’ taqwa dan tawakkal.

gravatar

Maiyah dan Nilai Sosial

Maiyah dan Nilai Sosial
Kepada teman-teman, kepada para tetangga, kepada sesama ummat, masyarakat, warga negara, sesama manusia, apapun saja sukunya, bangsanya, golongannya, kelompoknya, organisasinya, kepercayaan dan pendapatnya – tidak layakkah, atau bahkan tidak seyogyanyakah, atau siapa tahu tidak haruskah – engkau dan aku ucapkan dan ikrarkan juga : inna ma’iya, sesungguhnya mereka semua ada bersamaku, dan sesungguhnya aku ada bersama mereka? Kiai Kanjeng berkeliling ke mana-mana, menembus berbagai sisi, segmen, lapisan, golongan, kelompok, wilayah, daerah dan jenis sosiologis masyarakat untuk menumbuhkan pertanyaan dan kesadaran inna ma’iya semacam itu.

Adakah dengan tetanggamu, masyarakat dan bangsamu, engkau tidak bersedia tolong menolong, melainkan ancam mengancam? Tidak bersedia saling setia, melainkan saling khianat? Tidak mau saling membela, melainkan saling menghancurkan? Tidak siap saling ikhlas, melainkan tidak saling rela? Tidak saling mengharapkan kebahagiaan bagi yang lain, melainkan diam-diam mensyukuri penderitaan mereka?
[sunting] Sudut Bahasa

Bahasa kenegaraan Maiyah itu nasionalisme. Bahasa mondialnya universalisme. Bahasa peradabannya pluralisme. Bahasa kebudayaannya heterogenisme, atau kemajemukan yang direlakan, dipahami dan dikelola. Metoda atau manajemen pengelolaan itu namanya demokrasi.

Bahasa ekonominya Maiyah adalah tidak adanya kesenjangan penghidupan antara satu orang atau suatu kelompok dengan lainnya. Tapi ini terlalu ideal dan utopis : jadi mungkin lebih realistis kita pakai ungkapan Maiyah adalah proses dinamisnya menyempitnya atau mengecilnya jarak atau kesenjangan penghidupan di antara manusia. Diproses secara sistem – kolektif jangan sampai ada yang terlalu kaya sementara lainnya terlalu fakir. Kadar Maiyah semakin tinggi dan kualitatif berbanding lurus dengan semakin mengecilnya kesenjangan itu.

Di dalam teori Maiyah nasionalisme, selalu ditemukan ada banyak pihak, ada banyak wajah, ada banyak warna, ada banyak kecenderungan dan pilihan. Masing-masing pilihan itu menggunakan warnanya sendiri-sendiri, wajahnya sendiri-sendiri dan kecenderungannya sendiri-sendiri. Setiap ika (tunggal) menghidupi dan menampilkan dirinya masing-masing, sehingga pada semuanya tampak sebagai bhineka (beragam). Berbagai perbedaan itu tidak membuat mereka berperang satu sama lain, karena diikat oleh prinsip ke-ika-an, yakni komitmen kolektif untuk saling menyelamatkan dan menyejahterakan.

Demikianlah berita gembira berdirinya Republik Indonesia dulu sikap Maiyah diantara berbagai pilihan itu adalah untuk saling menyetorkan kebaikan dan kemashlahatan untuk semua.

Di era sejarah bangsa Indonesia yang mungkin masih bertahan hingga saat ini, yakni berlangsung policy politik nasional atau strategi kebudayaan di mana para ‘masing-masing’ itu dilarang menunjukan kemasing-masingannya. Maksudnya baik, orang jangan menonjolkan siapa dirinya, bagaimanna wajahnya dan apa warnanya. Semua disatukan, diseragamkan, identitas masing-masing disembunyikan semaksimal mungkin. Bila demikian maka masih berprinsip Tunggal Ika.

Maiyah berusaha merealisasikan Bhineka Tunggal Ika. Yang Batak omonglah dengan logat Batak. Yang Bugis ya dialek Bugis. Yang Madura ya cengkok Madura. Tak ada perlunya ditutup-tutupi, sepanjang ada kesepakatan untuk saling melindungi, saling menyayangi dan memproses tujuan kebahagiaan bersama. Yang Budha , berpakaianlah Budha .

yang Katholik , Katholiklah. Yang Islam Islamlah. Om swastiastu tak usah diganti Padamu Negeri. Heleluya tak usah diganti Tanah Tumpah Darahku. Shalatullah salamullah tak usah diganti Ibu Kita Kartini. Heterogenitas itu cukup dijaga oleh satu prinsip : saling memperuntukkan dirinya bagi kebersamaan. Itulah Maiyah.

gravatar

Etimologi Maiyah

Etimologi Maiyah

“Inna ma’iya rabbi”, tutur Musa, Nabi ‘alaihissalam, untuk meyakinkan ummatnya bahwa Allah ada bersamanya. Muhammad Rasulullah saw, juga menggunakan kata yang sama – di gua Tsur, tatkala dikejar-kejar pasukan musuh – untuk menghibur dan memelihara iman Abu Bakar, sahabat beliau, Sayyid kita radiallahu’anhu : “La takhaf wa la tahzan, innallaha ma’ana”. Jangan takut jangan sedih, Allah ada menyertai kita.

Jadi, asal usulnya dari ma’a. Artinya, dengan, bersama, beserta. Ma’iyatullah, kebersamaan dengan Allah. Ma’iyah itu kebersamaan. Ma’ana bersama kita. Ma’iya, bersamaku. Lantas kata-kata dan bunyi Arab itu ‘kesandung’ oleh lidah etnik kita menjadi Maiya, atau Maiyah, atau Maiyahan.

Sedikit argumentasi dengan kata kebersamaan. Mengenai Ibu Bapakmu, hal anak cucu para keponakan dan sanak famili, tentu kau ucapkan inna ma’iya, sesungguhnya (mereka) bersamaku. Bersamaku artinya bukan ke mana-mana ubyang-ubyung bareng, makan bareng, mandi bareng. Maknanya substansial, haqiqiyah. Kalau engkau bersamaku berarti engkau adalah bagian dari hatiku.

Engkau adalah salah satu serat-serat dari struktur perasaanku. Kalau engkau riang, aku gembira. Kalau engkau berduka, aku menderita. Kalau engkau disakiti, aku mengaduh. Kalau engkau disengsarakan, aku menangis. Kalau engkau ditimpa masalah, itu juga masalahku. Kalau engkau memerlukan, aku mengupayakan pemenuhan. Kalau engkau membutuhkan, aku mengusahakan keberesan. Engkau dan aku sayang menyayangi, kasih mengasihi, tolong menolong, bela membela satu sama lain.

gravatar

Sejarah Singkat Maiyah

Sejarah Singkat Maiyah

Maiyah lahir pada malam menjelang akan digelarnya Sidang Istimewa MPR 2001, tepatnya pada tanggal 31 Juli 2001, sementara di Jakarta suhu politik semakin memanas, Emha secara khusus menggelar acara “Sholawatan Maulid” di kediamannya bersama sahabat-sahabatnya Kiai Kanjeng untuk mensikapi situasi politik yang semakin tidak menentu.

Kegiatan semacam ini sebelumnya sudah sering digelar namun belum menggunakan kata-kata Jamaah Maiyah, sebab hanya berupa kegiatan pengajian yang tidak hendak menekankan pada eksistensi substansif. Dalam perkembangannya sebutan Jamaah Maiyah tetap dipertahankan nilai esensialnya bukan mengacu pada kelompok, golongan, ataupun aliran. Pendekatan dengan nama Jamaah Maiyah lebih bertujuan sebagai bentukan kebersamaan meraih semangat bertahan hidup bahwa Allah berada pada setiap nafas kehidupan.

Di hadapan sahabat-sahabat setianya itu, Emha memberi ilmu dan hikmah, bahwa rakyat Indonesia semakin tidak mendapat jaminan apapun dari negara dan pemerintahnya. Nyawa dan keamanan hidupnya tidak dijamin oleh kepolisian, kedaulatan negerinya tidak dijamin oleh tentara, kesejahteraan ekonominya tidak dijamin oleh produsen-produsen budaya serta media massa. Bahkan Indonesia secara transparan mempertunjukkan politik iblis, industri iblis, budaya iblis. Artinya apa yang sehari-hari diperoleh oleh masyarakat adalah hal-hal yang memusnahkan kemandirian ekonominya serta memerosotkan akhlak kebudayaannya.

Maka Emha kemudian mengajak, untuk membangun sendiri negeri-negeri di dalam dirinya, negeri kemandirian dalam kebersamaan, yang dilukiskannya sebagai lingkaran, yang kemudian disebut sebagai Lingkaran Maiyah atau Lingkaran Kebersamaan, suatu kumpulan sebagian rakyat Indonesia yang bergandengan tangan untuk semaksimal mungkin memerdekakan dirinya dari keadaan-keadaan yang membahayakan.

Maiyah yang berarti kebersamaan, pertama melakukan apa saja bersama Allah. Kedua bersama siapa saja mau bersama. Maiyah bisa berarti komitmen nasionalisme, kedewasaan heterogenisme, kearifan pluralisme, dan tidak ada kesenjangan ekonomi.

Maiyah sendiri secara “kata” muncul dari untaian hikmah yang disampaikan oleh Ustadz Wijayanto, MA, di tengah-tengah acara internal itu, dengan menyebut beberapa kalimat : “Inna ma’iya rabbi”, menirukan Musa AS. Untuk meyakinkan ummatnya bahwa Allah ada bersamanya. “La takhaf wa la tahzan, Innallaha ma’ana”, Jangan takut jangan sedih, Allah bersama kita. Tutur Muhammad SAW, tatkala dikejar-kejar oleh pasukan musuh, untuk menghibur dan memelihara iman Abu Bakar.

Maka di dalam Maiyah, Emha dan Kiai Kanjeng tidak memfokuskan kegiatannya pada musik dan kesenian, melainkan proses dan komunikasi sosial yang komprehensif. Emha dan Kiai Kanjeng berkeliling Indonesia untuk menumbuhkan spiritualitas manusia, melalui sholawat, wirid, dan doa, untuk pencerdasan pikiran masyarakat, untuk mengajak membangun kemandirian, dan untuk menawarkan alternatif kebudayaan yang tidak membahayakan jiwa masyarakat, tetapi bergembira dan diridhoi Allah di dunia dan akhirat.

Dulu Emha dan Kiai Kanjeng pentas dan diletakkan di panggung. Mereka ditonton oleh penonton, dalam Maiyah tidak berada dipanggung dan tidak ditonton oleh siapapun. Dulu berpakaian hitam-hitam, dalam Maiyah mereka berpakaian putih-putih, yang tidak untuk menunjukkan bahwa mereka sudah putih melainkan agar terdorong untuk putih. Mereka duduk melingkar, menciptakan lapisan-lapisan lingkaran berikutnya, tidak mempertunjukkan musik dan suaranya kepada penonton, Emha dan Kiai Kanjeng hanya bernyanyi, bersholawat, berwirid, membaca puisi atau apapun dengan membawa kesadaran bahwa yang dihadapan mereka adalah Allah.

gravatar

Jama'ah Maiyah

Jama'ah Maiyah
Jamaah atau Jemaah Maiyah

Sebutan Jamaah atau Jemaah ini tidak benar-benar bergerak secara institutif sebagai kelompok eksklusif tertentu. Jemaah ini secara rutin berkumpul dalam forum bersama Cak Nun ( Emha Ainun Nadjib ). Acara ini mungkin bisa dibilang pengajian, tapi standar yang biasa ditemui dalam sebuah acara pengajian tidak benar-benar menjadi dominan.

Sebab di dalamnya lebih banyak mengajarkan semangat hidup, sikap toleran dan hidup bersama dalam kontribusi kebaikan. Jadi boleh juga dibilang bahwa Jemaah Maiyah tidaklah identik sebagai sekumpulan orang Islam saja. Malah seringkali hadir dalam pengajian ini tokoh2 lintas Agama, Aliran, Suku Bangsa, Etnik, LSM, Mahasiswa dalam dan luar negeri, dan lain-lain. Nuansanya sangat berbudaya dan tidak juga serta-merta menjadi sinkretisme.

Beberapa orang yang pernah hadir dalam acara ini antara lain, Gus Dur, Mbah Surip, Ebiet G Ade, Ari Lasso, Ahmad Dhani, Muhammad Nuh , Permadi , Ian L Betts , dan masih banyak lagi.

Bahkan banyak kejadian unik, salah satunya hadirnya orang gila yang akhirnya bisa sembuh di salah satu acara Jemaah Maiyah. Dengan gaya bicara khasnya, Cak Nun bilang “Acara ini bukan acara khusus untuk orang Islam, tapi untuk semua manusia yang Islam dan yang tidak Islam, Manusia waras dan manusia yang tidak waras, bahkan Jin, Setan, Dhemit, Gendruwo, kalau memang berminat untuk jadi baik akan disambut dengan tangan terbuka”.

Jemaah Maiyah memang tidak bisa melepaskan diri dari Cak Nun sebagai figur panutan. Tapi pengkultusan bukan menjadi ideologi masal di Jemaah Maiyah. Jadi meskipun Cak Nun tidak bisa hadir di dalam acara, tetap saja acara bisa berlangsung dengan baik.

*http://id.wikipedia.org/wiki/Jamaah_Maiyah

gravatar

Padhang Mbulan : Pluralitas vs Pluralisme

Pluralitas vs Pluralisme
Pluralitas vs Pluralisme Panganan opo iku..!!?? "Hasil Pengajian Padhang mBulan Jombang"

Rintik-rintik air hujan telah membasahi pelataran pendopo Padhang Mbulan. Perjalanan dari surabaya ke jombang, sebenarnya tidak begitu jauh, dibanding jakarta, semarang, yogya ke jombang, tapi cukup membuat badanku terasa lelah.

Entah, kenapa setelah kaki ini menginjak tanah menturo, jombang, berubah. Lelah, letih, bahkan lapar, haus, menjadi hilang seketika.
Setelah njentit sebentar, saya langsung menuju pendopo Padhang Mbulan. Mengambil Foto Copy yang disediakan panitia, kemudian duduk dekat tiang, hingga beberapa menit, satu per satu jama'ah datang sehingga memenuhi pendopo padhang Mbulan.

Acara yang diawali dengan Sholawat, yang dipimpin Mas Zainul, dengan khidmat jama'ah menirukan.

"حسبن الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير"


Sebenarnya ada 4 sholawat yang nantinya sebagai pembuka acara maiyahan.
1. Hasbunalloh
2. Robbi Laa Tadzarni Fardan
3. Li an-nahum
4. Kalimat Thoyibah

Dari ke-empat sholawat tersebut, hanya satu yang saya hafal Lagunya.
حسبن الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير

Menurut Mas Zainul, lagunya diciptakan oleh CN langsung. kalau soal liriknya, pasti semua banyak yang hafal.

Yang nantinya bentuk sholawat tadi, dijadikan Sholawat Maiyah. Setelah ber-sholawat, cak fuad (sang soko guru padhang mbulan), mengawali dengan memaparkan pengertian Maiyah dengan mengambil ayat-ayat Al-Qur'an secara tekstual.

Akan tetapi, sebelumnya beliau menjelaskan tentang Pluralitas versus Pluralisme. Sebenarnya ini bukan topik utama, karena sebelumnya beliau mendapat banyak sms yang intinya menanyakan Maksud, arti Pluralitas dan Pluralisme itu apa...?? Bahkan ada jargon, "Pluralitas yes, Pluralisme No."

Kata "plural", dalam bahasa indonesia yakni "majemuk", bahasa arab-nya Jama', yang berarti banyak.
Singular versus Plural, ini dalam Grammer Inggris, sedang Mufrot versus jama', dalam Grammer arab. Yang sebenarnya sama aja artinya, itu hanya bentuk luar.

Pluralitas yang mengatakan yes, karena mereka mengartikan keadaan atau realita, bahwa kita hidup terdiri dari berbagai bahasa, suku, agama dan lain-lain.
Sedang pluralisme, dipahami sebagai dogma, sebuah faham tentang keberagaman.
Pluralisme walau sebagai faham, bukan berarti mencampur adukkan agama.

Kemudian cak fuad meneruskan, bahwa pluralisme itu lahir sejak abad 18 di eropa. yang kita tahu bahwa di eropa pada waktu itu dogma agama Kristen atau Nasrani sangat dominan, hingga ke pemerintahan pada waktu itu. Apa yang dikatakan gereja-gereja, harus diikuti dan diakui oleh pemerintahan.

John High (kalau gak salah dengar), sebagai pengenal "Pluralisme Agama" di eropa pada waktu itu. Sehingga banyak mendapat perlawanan dari berbagai gereja dan juga pemerintah.

"John High melontarkan, bahwa semua agama itu sama saja, tidak ada perbedaan" Cak Fuad menambahi penjelasan yang beliau baca dari buku karya John High.

Cak Fuad menlanjutkan, Bahwa dalam kitab-kitab mereka masih membenarkan akan tuahn mereka masing sendiri. "Siapa yg percaya pada ini (tuhan), maka ia masuk surga", beliau memberi contoh dalam kitab mereka.
Sedang dalam islam, setelah AMANUU BILLAH, Kemudian "WA'AMILUS-SHOLIHAH.." berbuat baik kepada sesama. Cak Nun melanjutkan, sesuatu apapun, harus mengandung tiga (3) hal,
Kebenaran = Bener
Keindahan = Indah
Kebaikan = Apik

Bener, indah dan apik harus berdampingan.
"Saya mendapat honor banyak dari pekerjaan yang saya geluti, setelah gajian, saya mentraktir teman makan Bakso 5 mangkok, setelah itu saya ingat kesukaannya Rawon Setan, saya belikan 7 Porsi Rawon Setan. Kemudian waktu perjalana pulang, melihat Soto Kudus, saya mmapir dan beli 3 Mangkok Soto Kudus. Kira-kira teman anda Gimana? Pasti ke-kenyangan khan..!!!"

"Diamput.." Mungkin seperti ini Kata teman anda.

"Mentraktir teman itu apik, Bisa menjadi tidak baik, tidak bener, jika berlebihan, apalagi indah". CN menambahi.


Dalam menyikapi persoalan apapun, kita harus mencari hingga ke-akar-akarnya. Jangan hanya menuduh sana-sini tanpa ilmu.
Kita ngomong sana-sini, tapi gak jelas apa yang kita maksud. CN memberi contoh :

"Mas mau mancing ya?"
"Ahh...nggak, saya mau mancing kok"
"Oo...ya udah, tak pikir mau mancing"

"Plur,....prular...prul,..Ngomong ae angel, opo maneh jelasne,.."

Kita jangan kecenderungan untuk gampang-gampang menghina, mencaci maki orang lain.
"Menghina ayah orang lain, sama saja menghina ayah kita. Nanti anak ayah tadi yang kita hina, akan menghina ayah kita." Cak Fuad menjelaskan.


Jombang, Surabaya, 30 Januari 2010

JM BBW Suroboyo

gravatar

Orang Maiyah dan Gerbang Ghaib

Orang Maiyah dan Gerbang Ghaib
Kepada Mujahidin Mujtahidin Maiyah Dari Muhammad Ainun Nadjib

Bismillah-ir-Rahman-ir-Rahim
Subhanallah

1. Maiyah bukan karya saya, bukan ajaran saya dan bukan milik saya.
2. Orang-orang Maiyah bukan santri saya, bukan murid saya, bukan anak buah, makmum, jamaah atau ummat saya.

3. Setiap hamba Allah memiliki hak privacy untuk berhadapan dengan Tuhannya, tanpa dicampuri, digurui atau diganggu oleh makhluk apapun, terlebih lebih lagi saya.
4. Saya tidak berani, tidak bersedia dan tidak mampu berada di antara hamba dengan Tuhannya.

5. Saya tidak boleh meninggikan suara melebihi suara Nabi, apalagi meninggikan suara melebihi Tuhan.
6. Saya tidak boleh lebih dikenal oleh siapapun melebihi pengenalannya kepada Nabi, apalagi Tuhan.

7. Saya wajib menghindari kemasyhuran yang membuat orang lebih memperhatikan saya, lebih dari kadar perhatiannya kepada Allah dan Nabi.
8. Saya wajib menolak kedekatan siapapun kepada saya melebihi kedekatannya kepada Nabi dan terutama kedekatannya kepada Tuhan.

9. Saya tidak boleh mendengarkan siapapun dan apapun melebihi pendengaran saya kepada Allah dan Nabi, kecuali suara siapapun dan apapun itu saya gali kandungan suara Allah dan Nabi.

10. Saya tidak boleh mengucapkan dan melakukan apapun kepada siapapun kecuali mengantarkan atau mengakselerasikan ucapan dan tindakan Allah dan Nabi.
11. 12 13 14 15 sampai tak terhingga.

Wa-lhamdulillah

1. Maiyah itu sama sekali bukan Agama, apalagi Agama baru, serta tidak pernah saya maksudkan sebagai suatu aliran teologi atau madzhab.
2. Maiyah tidak pernah saya niati untuk menjadi kelompok thariqat, sekte peribadatan, apalagi organisasi massa, terlebih lagi lembaga politik atau jenis institusi sosial apapun.

3. Namun demikian saya tidak berposisi untuk memiliki hak apapun untuk mengharuskan atau melarang Maiyah menjadi apapun, karena Maiyah mempersyarati dan dipersyarati oleh nilai-nilainya sendiri.

4. Di dalam diri saya Maiyah saya niati menjauh dari mempersaingkan diri dengan gerakan sosial, kemanusiaan, intelektual atau spiritual apapun, tidak merebut apapun dan tidak berkehendak menguasai apapun di dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara.

5. Maiyah itu upaya setiap pelakunya, sendiri-sendiri atau bersama-sama, untuk mencari dan menemukan ketepatan posisi dan keadilan hubungannya dengan Tuhan, sesama makhluk, alam semesta dan dirinya sendiri.

6. Pencarian itu bisa dilakukan setiap Orang Maiyah di dalam kesendiriannya, bisa dengan berkumpul secara berkala, dengan berbagai jalan ijtihad ilmu, berbagai cara budaya, berbagai alat teknologi sosial, berbagai perangkat jasad dan batin, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

7. Pencarian dan penemuan itu berlangsung dinamis, mandiri, dialogis, tidak ada ujung jalannya, tidak ada batas ruangnya, tidak ada disain dan target waktunya, sebab seluruhnya itu adalah perjalanan kerinduan kepada yang sejati dan abadi.
8. Setiap Orang Maiyah mencari, menemukan atau menyadari adanya garis nilai antara dirinya dengan Tuhan dengan semua struktur sunnah-Nya, dengan sesama manusia dan makhluk dengan semua tatanan dan regulasinya, serta dengan jagat raya dengan semua habitat, dzat dan habitatnya.

9. Setiap Orang Maiyah memiliki hak sementara dan bersifat pinjaman dari Sang Pemilik Sejati untuk berhenti di suatu koordinat sejarah dan membangun Maiyah sebagai ‘kata benda’, tetapi kata benda itu tetap merupakan titik beku dari ‘kata kerja’ kehidupan yang sesungguhnya tak pernah ada ‘waqaf’nya.

10. Setiap Orang Maiyah menghimpun warisan nilai dan perilaku Maiyah kepada para akselerator hidupnya hingga anak cucu keseribu, namun sesungguhnya para akselerator bukanlah pihak yang secara pasif mewarisi, karena sampai kapanpun setiap Orang Maiyah adalah pewaris yang mewarisi, sebagaimana setiap mereka adalah yang mewarisi dan kemudian mewariskan.
11. 12 13 14 15 sampai tak terhingga.

Wa La Ilaha Ill-Allah

1. Maiyah itu dinamika tafsir tanpa ujung, sehingga tidak ada pertanyaan ‘Apa itu Maiyah’ yang bersifat baku dan beku. Meskipun bisa ada ‘regulasi’ tertentu yang berlaku pada ruang dan waktu tertentu dengan disain nilai tertentu, namun ia hanya sebuah titik, yang disusul oleh titik demi titik berikutnya menuju keabadian.

2. Mengislamkan diri menurut cara berpikir Maiyah adalah perjuangan mengidentifikasi diri, menemukan dan mengukuhkan posisinya untuk mengerahkan seluruh urusan hidupnya agar bergabung ke dalam keabadian dan kesejatian Allah.

3. Mengabadikan dan mensejatikan hidup adalah di mana jasad, rumah, keluarga, uang, harta benda, kota dan gedung-gedung, desa dan sawah ladang, semua perangkat pekerjaan, segala faktor sosial, Negara atau Kerajaan, kebudayaan dan peradaban, dilaksanakan dengan upaya penyesuaian yang terus menerus dengan kehendak Allah.

4. Manusia bukan hanya tidak mungkin menolak keabadian, tapi afdhal mencari dan menempuhnya, sebagai satu-satunya jalan di dalam kehidupan, sebab keberadaannya berasal dari Yang Maha Abadi dan sedang pasti menuju kembali kepada Yang Maha Abadi. Semua makhluk tidak mungkin menolaknya karena tidak ada wilayah lain kecuali keabadian Allah.

5. Metoda Maiyah yang paling prinsipil untuk menempuh jalan keabadian adalah selalu memastikan setiap urusan agar berpihak, memasuki dan bergabung di dalam kesejatian. Cara yang dialektis untuk memahami kesejatian adalah mencari perbedaannya, jaraknya, intervalnya, dengan kepalsuan.

6. Kesejatian dan kepalsuan mengartikulasikan dirinya dalam wujud-wujud yang bermacam-macam, mengacu kepada ranah dan konteksnya. Ada kesejatian dan kepalsuan moral, mental, intelektual, spiritual, juga dalam konteks-konteks aplikasi budaya, ekonomi, politik, hukum dan apapun saja yang diperjanjikan oleh komunitas manusia untuk menjadi idiomatik managemen dan komunikasi di antara mereka.

7. Bahkan bagi para pembelajar jagat jasad, ilmu fisika, matematika, biologi, kimia, sampai ke ilmu-ilmu murni, termasuk para pembelajar ruh, sifat, dzat, hingga DNA, proton electron neutron, fermion, bozon, quark dst insyaallah terkuak semakin benderang di pandangannya interval antara kesejatian dengan kepalsuan.

8. Tidak ada apapun, makhluk hidup atau makhluk tidak hidup, jasad dan jiwa, benda dan peristiwa, kwantitas dan kwalitas, hutan atau taman, nomaden atau kapitalisme, koteka atau demokrasi, apapun saja siapapun saja, yang berada di luar wilayah akselerasi replikasi dari Allah, yang pada akhirnya juga tak menemukan ruang dan waktu, atau yang non-ruang dan non-waktu, yang tak tiba kembali di pangkuan Tuhan.

9. Peradaban ummat manusia ini sampai ke apapun, siapapun, di manapun, kenapapun, kapanpun, dan bagaimanapun, tidak merdeka dari gagasan Allah, ide-Nya, aspirasi-Nya, model-Nya, replikasi-Nya, prototype-Nya, nuansa-Nya, sebab memang hanya Ia satu-satunya Yang Maha Sejati dan Maha Abadi.

10. Orang Maiyah menemukan bahwa kehidupan ummat manusia itu sangat mengalami kegagalan replikasi dari Tuhan ke peradabannya, sehingga yang sanggup dibangun adalah manusia cacat, masyarakat cacat, Negara cacat, pemerintahan cacat, hati cacat, akal cacat, mental cacat, moral cacat. Orang Maiyah berkumpul dan bekerjasama untuk menggali ilmu, mentradisikan pelatihan dan lelaku hidup untuk mengurangi kecacatan diri mereka, serta menghindarkan diri dari melahirkan dan mendidik anak-anak cucu-cucu cacat.
11. 12 13 14 15 sampai tak terhingga.

Allahu Akbar

1. Kalau Bangsa dan Negaranya tidak memperhatikan dan tidak memperdulikan nilai Maiyah, perilaku Maiyah, gelombang Maiyah dan Orang Maiyah, maka Orang maiyah tidak terbebas oleh nilai Maiyah dari kewajiban Maiyah untuk memperhatikan Bangsa dan Negaranya.

2. Kalau Bangsa dan Negaranya tidak mengandalkan nilai Maiyah, perilaku Maiyah, gelombang Maiyah dan Orang Maiyah, untuk membangun kehidupannya dan menyembuhkan penyakitnya, maka Orang Maiyah tetap menggali segala sesuatu dari Bangsa dan Negaranya yang masih bisa diandalkan, serta tidak berputus asa untuk terus membangun kehidupan serta menyembuhkan penyakit Bangsa dan Negaranya, dalam skala, kapasitas dan kwalitas yang bisa dijangkaunya.

3. Kalau Bangsa dan Negaranya melecehkan, merendahkan dan memperhinakan nilai Maiyah, perilaku Maiyah, gelombang Maiyah dan Orang Maiyah, maka Orang Maiyah mengerti tidak ada perlunya memberikan hal yang sama, karena makhluk receh remeh dan hina sudah receh remeh hina tanpa diper-receh-kan diper-remeh-kan dan diperhinakan.

4. Kalau nilai Maiyah, perilaku Maiyah, gelombang Maiyah dan Orang Maiyah, tidak dihitung oleh siapapun sebagai sesuatu yang potensial dan aplikatif untuk berbagai keperluan urgen Bangsa dan Negaranya, maka Orang Maiyah tidak kehilangan tempatnya dalam sejarah, karena Maiyah tetap mereka andalkan untuk pembangunan kesejahteraan masa depan dirinya sendiri, keluarga-keluarganya dan selingkup persaudaraan di antara mereka.

5. Di dalam kehidupan dirinya, keluarganya, masyarakatnya, Bangsa dan Negaranya, Orang Maiyah tekun mencari, menemukan dan mempelajari “La ilaha” yang sangat penuh tipuan dan fatamorga, sehingga atau karena atau maka mereka sangat merindukan perkenan Allah untuk memasuki “Illallah” yang sangat indah, sejati dan abadi.

6. Di dalam diri Orang Maiyah selalu berlangsung konsentrasi untuk menemukan segala sesuatu yang ‘tidak’ dan yang ‘ya’ berdasarkan pandangan Tuhan. Konsentrasi berikutnya adalah secara radikal atau sedikit demi sedikit menghilangkan segala yang ‘tidak’ itu dan memasukkan segala yang ‘ya’ menurut peta ilmu dan kehendak Tuhan.

7. Diri Orang Maiyah tidak terbatas pada diri pribadinya sendiri melainkan diri yang lebih besar: keluarganya, anak istrinya, sanak familinya, rekan-rekan sepersaudaraannya, serta lingkup yang lebih luas yang berada dalam skala tanggung jawab kehidupannya berdasarkan pandangan Tuhan mengenai kehidupan bersama dalam rahmat untuk seluruh alam semesta dengan segala isinya.

8. Sampai batas tertentu yang dinamis dan relatif, perikehidupan masyarakat dan Bangsanya bisa juga termasuk lingkup tanggungjawab eksistensi kemakhlukannya. Akan tetapi Orang Maiyah tidak bertinggi hati untuk meletakkan diri sebagai penyelamat Bangsa dan Negaranya, melainkan berendah hati dan sangat menahan diri untuk berbuat di skala luas itu sejauh ada kepatutan bersama dan keridlaan satu sama lain.

9. Orang Maiyah selalu mengupayakan dan mendoakan Bangsa dan Negaranya agar dituntun Allah dalam menapakkan kaki menyongsong Gerbang Ghaib yang sangat dekat di depan mata kehidupan mereka. Semoga doa Orang Maiyah bagi sangat banyak orang yang belum tentu mencintai mereka dan belum tentu memerlukan upaya dan doa mereka, diperkenankan oleh Allah menjadi perahu ‘izzatullah penampung dan pengayom keluarga-keluarga Maiyah setelah tiba di Gerbang Ghaib iradah Allah itu.

10. Innallaha Balighu amri-Hi, qad ja’alallahu likulli syai-in Qadra.
11. 12 13 14 15 sampai tak terhingga.

Wa la haula wa la quwwata illa billahil’aliyyil ‘adhim.

Kadipiro 25 Desember 2009.