gravatar

Cangkruk Ngilmu Setelah Padhang Mbulan

Cangkruk Ngilmu Setelah Padhang Mbulan

Walau acara PB (Pdhang Mbulan) sudah selesai, untuk tetap mengais-ngais ilmu bersama dulur-dulur, masih sangat terasa. Jam hampir menunjukan pukul 02:00, tapi rasa kantuk tidak ada sama sekali.

“Dasar manungso, perut malah teriak-teriak”. Gerutuku.
Setelah ngambil sepedah motor yang sejak tadi terparkir jauh dari pendopo PB, kemudian mencari-cari warung yang masih buka. Untung saja ada warung kopi (warkop) yang masih buka, yang kebetulan menyediakan Mie Instan.
“Wahh… cukup dech buat ganjal perutku yang sejak dari pertengahan acara PB sudah manggil-manggil”. Mbathinku.

Sebenarnya saat CN bicara tadi, badanku sudah gemetar, “sungguh perut nggak bisa diajak kompromi, tanggung ni..” Walau dengan duduk ala kadarnya, kadang miring, kaki agak diangkat sedikit. Bahkan sambil menahan kentut, malu soalnya kalau ada yang dengar. Hee hee…!! Pengajian tetap berjalan tak pengaruh dengan gerak-gerikku tadi.

Tapi, lha kok ndilalah datang jajan dari arah belakang. “alhamdulillah….ngerti ae Gusti iki” Nogosari berbalut daun pisan mampu mengganjal, menunda gemetarnya badanku.

Kembali ke Warkop.
Saya pesan dua porsi mie instant. Satu untuk saya dan satunya lagi buat adik, yang selalu ketagihan ke mana aja, tiap ada maiyahan.

Di warkop sudah ada 2 orang jama’ah dari Kediri yang sudah memesan duluan. Pada saat itu, Hukum ngantri diletakkan.
“Kriiiiiiiiiiiiiingggggggg……..” HP-ku berbunyi cukup menggetarkan kulitku. Tak piker sms masuk, ternyata ada yang memanggil. Makhluk mana yang malam-malam gini nelphon…” mbathinku.
Ohh….. iya, ternyata cak rudd manggil-manggil saya untuk makan bareng di Ndalem (kediaman ibunda CN).
Wahh..sampean terlambat cak, wis kadung pesen”.
Yo wis marekne sik..”
“ok…”
Selesai juga telephon-telephonannya.

“saya dulu bekerja di pabrik, sana-sini kok terasa malah begini-begini saja, bahkan anak saya empat (4) kali masuk Rumah Sakit”. Pak Makrus mengawali percakapan kami, yang sejak tadi belum keliatan, tiba nimbrung cangkruk dan memesan Mie Instan.

“Pernah saya mimpi ketemu CN (detailnya, tidak ku jelaskan), kemudian pindah kerja, dan ternyata kehidupan keluarga kami adem ayem”. Imbuh pak makrus.

“Lha emang sampean dapat wangsit dari mana, dan seperti apa pak?”. Tanyaku penasaran (biasa arek muda, penuh penasaran gitu.)
“Pernah saya mimpi ketemu CN”. Jawabnya.
Soal seperti apa mimpinya, tidak kusebutkan. Tapi intinya,
“lha iki penggaweanmu..!!”. Dalam mimpi menyebutkan.

Setelah ngobrol ngalor-ngidul, lewatlah rombongan CN, sound system, dll. Untuk meninggalkan desa menturo. Semakin sepi suasana malam itu. Tiba-tiba cak rudd dating sengan semangat membara, kemudian ikut nimbrung bersama kami.
“Lha sampean nggak ikut mantuk cak..??”. tanyaku
“Sepedahku lampune mati”. Balas cak rudd.

Kemudian cak rudd cerita. Selama perjalanan, beliau mengendarai sepedah motor dengan lampu mati, gelap-gulita. Sungguh perjuangan dan perjalanan yang ternilai. Perjalanan apa-pun, entah itu perjalanan mengantar ibu-ibu mau melahirkan, atau apapun. Siapa saja yang degan ikhlas mau melakukannya, itu merupakan perjuangan tak ternilai. Itu kata arek-arek sing sering ngaji. Bisa juga itu kata para KIAI waktu ngisi pengajian-pengajian.

“Tak pikir cuman aku tok sing apes, ternyata ada yang lebih apes maneh ketimbang aku”. Kataku, disambut ketawa kecil oleh dulur-dulur.

Dalam obrolan itu, Sebenarnya saya sungguh salut banget dengan beliau (Cak Rudd). Beliau ini, secara histories, empiris, umurnya dua (2) kali lipat dari umurku. Tapi anehnya, perawakan, wajah beliau masih keliatan muda. Hmmmmmmm……..
Dalam berkumpul, bergaul, beliau tidak pandang. Saya termasuk yang masih sangat dini mengenal PB, tapi beliau kok mau-maunya kumpul, serawung bareng bersama saya.

*Mohon maaf, saya tidak ingin terlalu meng-agung-agungkan CN, apalagi cak rudd. ini cuman dari sudut pandangku saja, lambe-lambeku dewe.

Suroboyo, Jombang, 31 Januari 2010


JM BBW Surabaya